Oleh: Gungde Ariwangsa SH
--> Sumber Asli -- C0I - Masih terasa manisnya. Masih terasa indahnya. Masih terasa kebanggaan itu. Meskipun pesta olahraga dunia, Olimpiade XXXI Tahun 2016 di Rio de Janeiro, Brasil, sudah beberapa bulan berlalu namun kegemilangan pasangan ganda campuran bulutangkis Tontowi Ahmad/Liliyana merebut medali emas, atlet angkat besi Sri Wahyuni Agustiani dan Eko Yuli Irawan mendulang perak, masih terbayang dalam ingatan.
Bukan karena penyerahan bonus dari pemerintah melalui Kementrian Pemuda Dan Olahraga (Kemenpora) baru diserahkan Rabu (2/11/2016) di GOR POPKI Cibubur, Jakarta Timur. Namun kenangan indah, manis dan membanggakan yang ditorehkan di Rio, Agustus lalu, tidak pernah terhapus karena prestasi tingkat dunia akan terus dikenang. Nama-nama Tontowi, Liliyana, Sri dan Eko pun melegenda.
Apalagi, mereka mempersembahkan prestasi itu pada bulan Agustus yang merupakan “bulan keramat” bagi bangsa Indonesia. Saat bangsa Indonesia akan merayakan Hari Ulang Tahun ke-71 Republik Indonesia. Persembahan emas dari Tontowi/Liliyana yang dicetak bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 2016 menjadi kado super indah dan istimewa bagi HUT bangsa Indonesia.
Lebih elok lagi, keempat pahlawan olahraga itu meneruskan tradisi medali Indonesia di kancah pesta akbar dunia itu sejak Olimpiade Seoul, Korea Selatan, tahun 1988. Nilai plus lainnya, keberhasilan Tontowi/Liliyana merebut emas menyambung kembali tradisi emas bagi Indonesia setelah sempat terputus empat tahun lalu pada Olimpiade London, Inggris. Eforia kejayaan meliputi seluruh bangsa.
Ucapan selamat datang bertubi-tubi. Mulai dri Presiden, Wakil Presiden, Menteri, pejabat dan masyakat luas. Laman twitter, facebook, whatsapp dan media sosial lainnya meluncurkan ucapan selamat. Sambutan dengan arak-arakan diadakan di berbagai daerah. Tidak ketinggalan tentu bonus pun mengalir.
Prestasi boleh terus dikenang namun pesta dan eforia jangan terus-terusan. Pasalnya medan perang baru sudah menanti. Tantangan baru yang tentunya lebih berat sudah menghadang di depan. Bukankah kata-kata orang bijak mengingatkan, mempertahankan lebih berat dari merebut. Jadi semua sudah mulai kerja keras lagi.
Tanpa mengurangi arti perjuangan dari para atlet dan pelatih yang telah menorehkan kejayaan di Rio, harus diakui sebenarnya secara keseluruhkan prestasi olahraga Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Untung saja emas kali ini hadir setelah gagal total di London. Jika saat itu tradisi emas tidak terputus maka prestasi kali ini tidak jauh berbeda.
Dilihat dari cabang olahraga yang mampu merebut medali tidak beranjak dari dua cabang bulutangkis dan angkat besi. Cabang olahraga yang memang sudah mempunyai pembinaan jangka panjang dan terkonsep. Indonesia belum mampu menambah cabang baru lagi yang bisa bersaing merebut medali di ajang olimpiade. Sementara cabang panahan yang berjaya membuka kran tradisi medali dengan merebut perak di Olimpiade Seoul, kini justru tenggelam.
Tanpa tedeng aling-aling dapat dikatakan prestasi olahraga Indonesia masih jalan ditempat. Karena itu, apa yang diraih di Rio jangan sampai membuat semua terlena. Jangan pula sampai ada yang memanfaatkan hasil itu untuk menyelimuti kekurangan yang ada. Justru itu harus dijadikan tempat berkaca diri. Ternyata posisi masih sama seperti yang dulu.
Perbaikan tidak akan pernah terjadi bila program pembinaan masih berjalan seperti saat ini. Tidak ada prioritas untuk cabang-cabang andalan Indonesia. Kemudian penanganan dilakukan dengan mementingkan ego sektoral. Sudah saatnya semua kompenen terkait dalam proses kelahiran, pertumbuhan dan penanganan atlet dilibatkan dari bawah secara berjenjang. ***
- Penulis adalah wartawan HU Suara Kaya dan Ketua Harian Siwo PWI Pusat, e-mail: aagwaa@yahoo.com
***
0 komentar:
Posting Komentar