Sumber Asli -- C0I - Atlet Pelatnas loncat indah Sea Games 2013 hingga kini belum juga mendapat trampolin baru. Padahal trampolin yang lama untuk mereka berlatih sudah tak layak. Latihan di trampolin ini untuk melatih gerakan mereka saat bertanding di arena kelak.
Dalam pantauan Tempo, para atlet tetap berlatih meski dengan fasilitas seadanya.Dalam ruangan tempat atlet berlatih terdapat dua trampolin dengan per-per pegas yang sudah berkarat. Bahkan ada yang sudah copot. Trampolin itu digunakan untuk dry diving, melatih gerakan loncat dengan sempurna sebelum seorang atlet melakukan lompatan di kolam.
Seorang atlet, Aditya Restu Putra terpaksa tak bisa menggunakan trampolin tersebut. Sebabnya berat badannya yang berat dikhawatirkan malah merusak trampolin itu."Badannya berat. Bisa-bisa pernya lepas," kata Andrian, rekan Aditya.
Harli Ramayani, pelatih nasional loncat indah membenarkan hal ini. Berat badan atlet putra seperti Adit dikhawatirkan bisa mebuat per yang sudah berkarat itu patah. Padahal, kata Harli, latihan gerakan di trampolin itu merupakan 70 persen latihan, sebelum seorang atlet melompat di kolam. Aditya seharusnya bisa menyempurnakan gerakan di trampolin itu sebelum terjun dari menara loncat.
"Latihan spotting itu membuat kami lebih percaya diri," kata Andrian. Spotting merupakan latihan untuk menemukan titik-titik gerakan dan feeling di trampolin. Biasanya, atlet juga akan dibantu dengan harness dan tali saat melakukan gerakan di trampolin. Latihan itu, kata Harli dan Andrian, bisa meminimalisir kesalahan meloncat saat di menara maupun papan loncat.
Beberapa bulan lalu, Harli sudah mengajukan permintaan trampolin baru kepada Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima). Namun, karena kekurangan dana, permintaan Harli itu hingga kini belum bisa dipenuhi. Menurut Harli, kira-kira butuh Rp 20 juta untuk satu trampolin beserta per dan kerangka bajanya.
Namun, lantaran tak kunjung menerima peralatan baru, Harli dan tim pelatih tak kehilangan akal. Mereka mengganti beberapa per yang sudah tak layak dengan per baru. "Satu per Rp 40 ribu," kata Harli. "Kalau ingin ganti trampolin juga sudah terlambat. SEA Games sudah dekat."
Andrian pun bisa berlatih di salah satu trampolin yang per-nya sudah diganti, mengingat berat badannya tidak terlalu berat seperti Aditya. "Ya...kalau mau diperibahasakan, tak ada rotan, akar pun jadi," ujarnya. Namun, ia juga tidak berani melompat terlalu keras, takut per yang sudah berkarat akan patah.
Dalam pantauan Tempo, para atlet tetap berlatih meski dengan fasilitas seadanya.Dalam ruangan tempat atlet berlatih terdapat dua trampolin dengan per-per pegas yang sudah berkarat. Bahkan ada yang sudah copot. Trampolin itu digunakan untuk dry diving, melatih gerakan loncat dengan sempurna sebelum seorang atlet melakukan lompatan di kolam.
Seorang atlet, Aditya Restu Putra terpaksa tak bisa menggunakan trampolin tersebut. Sebabnya berat badannya yang berat dikhawatirkan malah merusak trampolin itu."Badannya berat. Bisa-bisa pernya lepas," kata Andrian, rekan Aditya.
Harli Ramayani, pelatih nasional loncat indah membenarkan hal ini. Berat badan atlet putra seperti Adit dikhawatirkan bisa mebuat per yang sudah berkarat itu patah. Padahal, kata Harli, latihan gerakan di trampolin itu merupakan 70 persen latihan, sebelum seorang atlet melompat di kolam. Aditya seharusnya bisa menyempurnakan gerakan di trampolin itu sebelum terjun dari menara loncat.
"Latihan spotting itu membuat kami lebih percaya diri," kata Andrian. Spotting merupakan latihan untuk menemukan titik-titik gerakan dan feeling di trampolin. Biasanya, atlet juga akan dibantu dengan harness dan tali saat melakukan gerakan di trampolin. Latihan itu, kata Harli dan Andrian, bisa meminimalisir kesalahan meloncat saat di menara maupun papan loncat.
Beberapa bulan lalu, Harli sudah mengajukan permintaan trampolin baru kepada Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima). Namun, karena kekurangan dana, permintaan Harli itu hingga kini belum bisa dipenuhi. Menurut Harli, kira-kira butuh Rp 20 juta untuk satu trampolin beserta per dan kerangka bajanya.
Namun, lantaran tak kunjung menerima peralatan baru, Harli dan tim pelatih tak kehilangan akal. Mereka mengganti beberapa per yang sudah tak layak dengan per baru. "Satu per Rp 40 ribu," kata Harli. "Kalau ingin ganti trampolin juga sudah terlambat. SEA Games sudah dekat."
Andrian pun bisa berlatih di salah satu trampolin yang per-nya sudah diganti, mengingat berat badannya tidak terlalu berat seperti Aditya. "Ya...kalau mau diperibahasakan, tak ada rotan, akar pun jadi," ujarnya. Namun, ia juga tidak berani melompat terlalu keras, takut per yang sudah berkarat akan patah.
- ***
-->
0 komentar:
Posting Komentar