Sumber Asli -- C0I -Wacana untuk menyatukan kembali Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) kembali bergulir pasca kegagalan Kontingen Merah Putih pada SEA Games XXVIII di Singapura. Tidak harmonisnya hubungan KONI dan KOI bukan saja membuat kemerosotan prestasi tetapi juga menularkan perpecahan pada induk organisasi cabang olahraga.
Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), Suwarno secara tegas mengungkapkan kondisi itu. "Kegagalan Indonesia di SEA Games ini tidak lepas dari konflik KOI dan KONI, hingga akhirnya berdampak pada pecahnya PB (pengurus besar) dan atlet," ungkap Suwarno, pada rapat evaluasi SEA Games 2015 di kantor Kementrian Pemuda Dan Olahraga (Kemenpora).
Suwarno yang juga Wakil Ketua Umum I KONI Pusat pun menyarankan untuk menyatukan KONI – KOI sehingga satu komando. Langkah merevisi UU Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) perlu dilakukan guna mengakhiri dualisme KONI dan KOI atau menjadikan dua lembaga itu kembali satu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, tugas KONI ialah membina olahraga prestasi serta menyelenggarakan kompetisi dan turnamen olahraga dalam negeri. Sedangkan KOI sebagai penyelenggara event olahraga di luar negeri. Namun, pada prakteknya, terjadi tumpang tindih. Pelaksana keikutsertaan Indonesia di ajang internasional juga mengambil tindakan yang sebenarnya termasuk kewenangan pembinaan seperti perombakan kepengurusan, komposisi atlet, dan pelatih cabang olahraga nasional yang akan ikut pertandingan internasional.
Ketua Umum KONI Pusat, Tono Suratman mendukung penyatuan KONI-KOI. Dia menilai, pemisahan kedua lembaga itu tidak berdampak positif bagi peningkatan prestasi olahraga Indonesia. Apalagi, katanya, sejak dipisah, peran KONI dan KOI sulit disinergikan. "Dampaknya ialah prestasi olahraga kita baik di SEA Games 2015 dan Asian Games lalu menurun," ucapnya di kantor KONI, Jakarta.
Tono menegaskan, memang tugas pokok dan fungsi masing-masing berbeda. KONI dan KOI itu sejajar yang bertugas mensukseskan atlet Tanah Air dan memajukan olahraga Indonesia."Jadi tidak ada yang satu merasa lebih tinggi dan lebih unggul. Kedudukan keduanya sama rata," ungkap Tono
Selain menurunnya prestasi atlet, tutur Tono, terpisahnya KONI dan KOI pun ternyata banyak menimbulkan masalah baru, seperti adanya dualisme dalam cabang olahraga. Sampai sekarang beberapa cabang olahraga terpecah seperti di balap sepeda, berkuda, tenis meja, hoki.
Karena itu dia menerima banyak aspirasi dari induk cabang olahraga dan KONI provinsi yang berharap penyatuan KONI-KOI bisa segera direalisasikan. "Sebagai Ketua Umum KONI, saya akan mengikuti kehendak induk cabang olahraga dan KONI provinsi," ujarnya.
Ketua Umum KOI, Rita Subowo menegaskan pihaknya siap duduk bersama dengan KONI untuk merealisasikan peleburan ini. Tapi, sebaiknya Indonesia konsentrasi menjadi tuan rumah Asian Games XVIII/2018, sehingga persiapannya tidak terhambat.
"Mari kita duduk bersama untuk membahas permasalahan yang ada termasuk masalah lima ring. Kalau tetap seperti ini maka yang banyak dirugikan adalah atlet," kata Rita.
Pertemuan KONI dan KOI, katanya, harus secepatnya dilakukan. Pihaknya tidak ingin sanksi yang diterima oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dari FIFA (Badan Sepak Bola Internasional) merembet ke induk organisasi olahraga Indonesia karena IOC (Komite Olimpiade Internasional) terus memantau permasalahan di Indonesia. "Masak kita juga mau disanksi oleh IOC," katanya.
Selain tidak mau mendapatkan sanksi dari federasi olahraga dunia, kata dia, Indonesia juga akan menghadapi Asian Games 2018. Pada kejuaraan empat tahunan itu, Indonesia akan menjadi tuan rumah.
Dalam bagian lain, sambutan positif datang menyambut bergulirnya kembali wacana untuk menyatukan KONI dan KOI. Para pengurus besar/pusat (PB/PP) induk organisasi olahraga dan KONI provinsi menilai dua lembaga olahraga nasional itu perlu satu.
Wakil Ketua Umum KONI Provinsi DKI Jakarta Icuk Sugiarto kepada Suara Karya di Jakarta, Jumat (31/7) menyatakan, KONI dan KOI harus dilandasi dengan tujuan prestasi. Dia menilai, sekarang banyak orang menjadikan olahraga sebagai sarana kendaraan politik demi kepentingan pribadi. Jadi bukan untuk kepentingan prestasi.
"Oleh karena itu, penyatuan KONI – KOI harus benar-benar dipikirkan secara matang. Jangan gegabah. Kita mengharapkan penyatuan KONI – KOI itu dapat menjadikan pembinaan prestasi olahraga Tanah Air lebih terarah," ujar juara dunia bulutangkis 1983 ini.
Selain itu, kata Icuk, figure pemimpin KONI – KOI ke depan harus orang yang benar-benar komit untuk memajukan olahraga. Taat kepada Undang Undang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) dan patuh terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi yang dipimpinnya.
"Saya berharap siapa pun yang memimpin KONI – KOI bisa menjadikan UU SKN sebagai nyawanya organisasi untuk meningkatkan prestasi. Karenanya figure yang akan dijadikan pemimpin harus diperhatikan betul komitmennya untuk memajukan olahraga nasional," lanjut Icuk.
Kata Icuk, pemimpin KONI – KOI ke depan harus mampu bertindak tegas, dan tidak membiarkan terjadinya ‘matahari kembar’ pada cabang olahraga. Sebab kalau ada cabang olahraga yang dua kepengurusan, sudah sulit untuk menyatukannya.
"Terjadinya kepengurusan ganda itu juga mencerminkan masih adanya politisasi olahraga di Tanah Air. Karena mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi ketimbang kepentingan prestasi atletnya. Akibat dari semua ini adalah atlet jadi korban,"kata Icuk menambahkan.
Ada pula yang menilai, dengan tetap terpisah maka akan terjadi tumpang tindih tugas. Apalagi kemudian hubungan tidak harmonis sehingga membingungkan PP/PB. Hal ini dinilai sebagai biang mundurnya prestasi olahraga Indonesia. Tugas menjadi tumpang tindih. Jika itu terus terjadi, maka jangan harap olahraga nasional bisa kembali berprestasi.
"Selama ini kita tahu KONI bertugas untuk dalam negeri, KOI luar negeri. Kalau jalannya lewat satu pintu akan lebih mudah dan jelas. Selama ini kita kerap dibingungkan permasalahan birokrasi, sehingga butuh waktu lama untuk bisa memberangkatkan atlet ke luar negeri, seperti kemarin saat mengirim atlet try out untuk persiapan SEA Games Singapura," ungkap Kabid Binpres Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI), Heru Purwanto.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI), Edmond JT Simorangkir menyebut penggabungan akan lebih memudahkan pengurus induk olahraga untuk melakukan koordinasi saat harus mengirim atlet ke luar negeri.
"Selain itu, dipisahkan KONI-KOI juga membuka peluang sejumlah induk-induk olahraga membentuk organisasi baru sehingga melahirkan dualisme kepengurusan," ungkap Edmound.
Sekretaris Jenderal PP Hoki Indonesia (PP FHI) Dasril Anwar menyatakan, 50 pimpinan cabor berharap lembaga olahraga hanya ada satu lembaga bukan dua lembaga seperti saat ini. Karena kalau ada dua lembaga akan mempersulit birokrasi.
Ketua Umum Persaudaraan Kempo Seluruh Indonesia, Kusumo AM yang didampingi Induk Pengurus cabor seperti hoki, gulat, vovinam, balap sepeda, dan beberapa cabang olahraga lainnya, mengatakan selama ini terjadi dualisme lembaga yang membuat pengurus cabang olahraga kesulitan. " Seharusnya hanya satu saja yang bertanggungjawab," ujarnya.
Mereka juga khawatir jika ini terus dibiarkan, kegagalan di SEA Games 2015 akan berlanjut ke dan Olimpiade 2016. Bahkan Asian Games 2018 bakal kembali bermasalah.
Menghadapi fenomena tersebut, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi akan mendorong penyatuan lembaga KONI dan KOI untuk mengakhiri tumpang tindih kewenangan pembinaan olahraga prestasi.
"Saya senang karena ada pikiran menyatukan KONI dan KOI. Saya kira itu terobosan luar biasa. Semoga bisa menjadi sesuatu yang nyata. Saya kira harus begitu supaya tidak ada lagi tumpang tindih. Saya senang karena ada komitmen dari Pak Tono dan Bu Rita untuk kembali duduk semeja," papar Menpora.
Imam Nahrawi mengharapkan penyatuan itu bisa menjadi kenyataan. "Saya men-support (mendukung) dan mengajak KOI-KONI duduk bersama. Semoga ini berlanjut menjadi sesuatu yang nyata," ujar Imam.
Dia menjelaskan penyatuan dua lembaga ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam memberikan kebijakan. Dia mencontohkan seperti adanya permasalahan pemberangkatan kontingen ke SEA Games bisa diselesaikan.
- ***
========= Dukungan untuk Cinta Olahraga Indonesia bisa dikirimkan langsung melalui: BANK BCA KCP PALMERAH NO REKENING 2291569317 BANK MANDIRINO REKENING 102-00-9003867-7 =========