Nama Carlos Bacca menjadi perbincangan hangat sepanjang pekan ini. Pemain asal Kolombia itu jadi pahlawan Sevilla saat mempertahankan gelar juara Liga Europa 2015. Dia mencetak 2 dari 3 gol kemenangan Sevilla atas Dnipro Dnipropetrovsk di laga final, Kamis kemarin.
Di balik kariernya yang saat ini sedang naik daun, Bacca ternyata memiliki masa remaja yang sangat suram. Dia berasal dari keluarga miskin yang membuatnya harus banting tulang mencari nafkah sejak usia belasan tahun.
"Hingga usia 20 tahun (2006), saya masih tinggal di Desa Puerto Colombia, bekerja sebagai asisten supir (kernet). Saya juga pernah jadi calo tiket bus. Hidup tidak mudah buat saya saat itu," katanya dilansir Marca, Jumat 29 Mei 2015.
"Saya berasal dari keluarga miskin dan harus mencari uang untuk membantu keluarga. Di usia saya kala itu, pintu untuk berkarier sebagai pesepakbola profesional tampak sudah tertutup buat saya," lanjutnya.
Saat para anak muda Eropa mulai meniti karier sebagai pesepakbola profesional di usia belasan tahun, Bacca justru baru memulainya di usia 20 tahun. Itu pun sambil menjalani profesinya sebagai kernet dan calo tiket bus.
"Awalnya, saya mencoret impian jadi pesepakbola. Tapi, di tahun itu, saya menjalani trial di klub junior Barranquilla. Dan terima kasih Tuhan, mereka mengontrak saya," katanya.
Setelah berkutat di divisi bawah liga domestik Kolombia selama 3 tahun, karier Bacca mulai memiliki titik terang pada 2012 kala klub Belgia, Brugge, mengontraknya. Impiannya bermain di klub Eropa pun akhirnya terwujud.
Kariernya semakin melejit setelah pindah ke Sevilla pada 2013. Dia menjadi andalan lini depan dan berkontribusi penting atas sukses Sevilla meraih trofi Liga Europa 2 musim beruntun (2014, 2015).
Penampila impresif itu, membuatnya diganjar gaji besar oleh Sevilla. Dia dikabarkan mendapat gaji £96.154, atau setara dengan Rp1,94 miliar per pekan. Buah dari perjuangan panjangnya menjadi pesepakbola profesional.
"Saya bangkit dan terus melangkah. Seorang pemberani adalah mereka yang tak membiarkan diri mereka tenggelam, tapi mereka yang terus bangkit dan lebih kuat," kata pemain yang kini berusia 28 tahun itu.
"Hingga usia 20 tahun (2006), saya masih tinggal di Desa Puerto Colombia, bekerja sebagai asisten supir (kernet). Saya juga pernah jadi calo tiket bus. Hidup tidak mudah buat saya saat itu," katanya dilansir Marca, Jumat 29 Mei 2015.
"Saya berasal dari keluarga miskin dan harus mencari uang untuk membantu keluarga. Di usia saya kala itu, pintu untuk berkarier sebagai pesepakbola profesional tampak sudah tertutup buat saya," lanjutnya.
Saat para anak muda Eropa mulai meniti karier sebagai pesepakbola profesional di usia belasan tahun, Bacca justru baru memulainya di usia 20 tahun. Itu pun sambil menjalani profesinya sebagai kernet dan calo tiket bus.
"Awalnya, saya mencoret impian jadi pesepakbola. Tapi, di tahun itu, saya menjalani trial di klub junior Barranquilla. Dan terima kasih Tuhan, mereka mengontrak saya," katanya.
Setelah berkutat di divisi bawah liga domestik Kolombia selama 3 tahun, karier Bacca mulai memiliki titik terang pada 2012 kala klub Belgia, Brugge, mengontraknya. Impiannya bermain di klub Eropa pun akhirnya terwujud.
Kariernya semakin melejit setelah pindah ke Sevilla pada 2013. Dia menjadi andalan lini depan dan berkontribusi penting atas sukses Sevilla meraih trofi Liga Europa 2 musim beruntun (2014, 2015).
Penampila impresif itu, membuatnya diganjar gaji besar oleh Sevilla. Dia dikabarkan mendapat gaji £96.154, atau setara dengan Rp1,94 miliar per pekan. Buah dari perjuangan panjangnya menjadi pesepakbola profesional.
"Saya bangkit dan terus melangkah. Seorang pemberani adalah mereka yang tak membiarkan diri mereka tenggelam, tapi mereka yang terus bangkit dan lebih kuat," kata pemain yang kini berusia 28 tahun itu.
0 komentar:
Posting Komentar