Sumber Asli -- C0I - Sekretaris kementerian Pemuda dan Olahraga, Yuli Mumpuni Widarso, mengatakan Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) tidak akan bubar menyusul pengunduran diri beberapa pengurusnya.
"Tidak akan bubar. Kalau kami sebenarnya tidak ingin mereka mengundurkan diri, ketika mereka menemui saya, sudah saya bujuk. Tetapi kalau mereka sudah tidak tahan, apa boleh buat, tingkat penderitaan mereka sudah besar," tutur Yuli kepada Antara, Senin malam.
Program-program LADI yang memiliki tugas utama sebagai badan yang mensosialisasikan dan mengawasi program antidoping, banyak tersendat karena tidak adanya dukungan dana dari Kemenpora.
Akhirnya, beberapa pengurus LADI mengajukan pengunduran diri antara lain Ketua Umum LADI Dwi Hatmisari Ambarukmi, Koordinator Bidang Manajemen Hasil LADI Cahyo Adi, dan Bendahara LADI Rusmadi.
Yuli menjelaskan kegiatan LADI yang dibentuk sejak 2009 masuk dalam kegiatan yang tidak mengikat. Artinya, pendanaan termasuk honor pengurus tergantung dari program yang mereka ajukan dalam proposal. Sedangkan urusan administrasi, Kemenpora tidak dapat mengakomodasikan.
"Itu yang membuat mereka tidak 'sustain', karena tidak masuk dalam program yang masuk dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Tahun lalu sebenarnya mereka dapat dana 1 miliar, tetapi sayangnya buka blokirnya Oktober," jelas Mantan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Aljazair itu.
Hal ini yang menyebabkan kegiatan LADI hanya terbatas pada yang masuk dalam proposal sehingga kegiatannya sangat terbatas. Padahal, LADI yang berada dibawah naungan Deputi IV Bidang Pembinaan Prestasi Kemenpora ini mempunyai peranan penting untuk mensosialisasikan terkait doping baik kepada atlet, pelatih maupun pengurus induk organisasi dan pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (Koni) di seluruh provinsi Indonesia.
"Ini memang aneh, mereka jadi semacam Event Orginizer yang dibayar hanya jika ada program. Kami akan mencari jalan keluar, itu sudah diperjuangkan sejak April. Anggarannya LADI harus dipecah, untuk administrasi rutin dan program karena selama ini dijadikan satu oleh Kementerian Keuangan sehingga LADI tidak dapat jatah dana administrasi rutin sehari-hari," kata Yuli.
Menurut Yuli, status LADI dalam akun organisasi akan diperjuangkan agar bisa mendapat dana tidak hanya pembinaan tetapi hal-hal lain termasuk adminstrasi serta honor pengurus dalam bentuk gaji pegawai non Pegawai Negeri Sipil yang dalam hal ini, mereka langsung direkrut lewat SK Menteri.
"Harusnya seperti itu, selama ini kami memang terhalang status organisasi sehingga tidak bisa bantu administrasi. Mudah-mudahan nanti bisa dan mereka (pengurus) masih berkenan karena saya tahu betapa besarnya perjuangan mereka selama ini," ujar Yuli.
Yuli menambahkan pemerintah juga berencana untuk mengembangkan LADI dengan menyediakan laboratorium yang saat ini sudah dibangun berupa laboratorium antidpoing di kawasan Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Sejak zaman Andi Mallarangeng pemerintah memang ingin memperbesar LADI. Buktinya dianggarkan Rp120 miliar untuk pembangunan laboratoriumnya di ITB. Saat ini kami sedang mencari uang untuk isi laboratorium yang membutuhkan dana Rp136 miliar. Rencannaya laboratorium itu dibuka tahun 2014," tambah Yuli.
"Tidak akan bubar. Kalau kami sebenarnya tidak ingin mereka mengundurkan diri, ketika mereka menemui saya, sudah saya bujuk. Tetapi kalau mereka sudah tidak tahan, apa boleh buat, tingkat penderitaan mereka sudah besar," tutur Yuli kepada Antara, Senin malam.
Program-program LADI yang memiliki tugas utama sebagai badan yang mensosialisasikan dan mengawasi program antidoping, banyak tersendat karena tidak adanya dukungan dana dari Kemenpora.
Akhirnya, beberapa pengurus LADI mengajukan pengunduran diri antara lain Ketua Umum LADI Dwi Hatmisari Ambarukmi, Koordinator Bidang Manajemen Hasil LADI Cahyo Adi, dan Bendahara LADI Rusmadi.
Yuli menjelaskan kegiatan LADI yang dibentuk sejak 2009 masuk dalam kegiatan yang tidak mengikat. Artinya, pendanaan termasuk honor pengurus tergantung dari program yang mereka ajukan dalam proposal. Sedangkan urusan administrasi, Kemenpora tidak dapat mengakomodasikan.
"Itu yang membuat mereka tidak 'sustain', karena tidak masuk dalam program yang masuk dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Tahun lalu sebenarnya mereka dapat dana 1 miliar, tetapi sayangnya buka blokirnya Oktober," jelas Mantan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Aljazair itu.
Hal ini yang menyebabkan kegiatan LADI hanya terbatas pada yang masuk dalam proposal sehingga kegiatannya sangat terbatas. Padahal, LADI yang berada dibawah naungan Deputi IV Bidang Pembinaan Prestasi Kemenpora ini mempunyai peranan penting untuk mensosialisasikan terkait doping baik kepada atlet, pelatih maupun pengurus induk organisasi dan pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (Koni) di seluruh provinsi Indonesia.
"Ini memang aneh, mereka jadi semacam Event Orginizer yang dibayar hanya jika ada program. Kami akan mencari jalan keluar, itu sudah diperjuangkan sejak April. Anggarannya LADI harus dipecah, untuk administrasi rutin dan program karena selama ini dijadikan satu oleh Kementerian Keuangan sehingga LADI tidak dapat jatah dana administrasi rutin sehari-hari," kata Yuli.
Menurut Yuli, status LADI dalam akun organisasi akan diperjuangkan agar bisa mendapat dana tidak hanya pembinaan tetapi hal-hal lain termasuk adminstrasi serta honor pengurus dalam bentuk gaji pegawai non Pegawai Negeri Sipil yang dalam hal ini, mereka langsung direkrut lewat SK Menteri.
"Harusnya seperti itu, selama ini kami memang terhalang status organisasi sehingga tidak bisa bantu administrasi. Mudah-mudahan nanti bisa dan mereka (pengurus) masih berkenan karena saya tahu betapa besarnya perjuangan mereka selama ini," ujar Yuli.
Yuli menambahkan pemerintah juga berencana untuk mengembangkan LADI dengan menyediakan laboratorium yang saat ini sudah dibangun berupa laboratorium antidpoing di kawasan Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Sejak zaman Andi Mallarangeng pemerintah memang ingin memperbesar LADI. Buktinya dianggarkan Rp120 miliar untuk pembangunan laboratoriumnya di ITB. Saat ini kami sedang mencari uang untuk isi laboratorium yang membutuhkan dana Rp136 miliar. Rencannaya laboratorium itu dibuka tahun 2014," tambah Yuli.
- ***
0 komentar:
Posting Komentar