Sumber Asli -- C0I - Timnas Indonesia U-23 diminta mengulang sejarah manis 22 tahun silam saat bertemu Thailand pada final SEA Games 2013 di Stadion Zayyarthiri, Naypyidaw, Myanmar, Sabtu malam (21/12/13) waktu setempat.
========= Dukungan ANDA amat kami butuhkan agar lebih semangat dan berprestasi. Berapa pun dukungan Anda akan membuat kami lebih mengenal Anda dan kami pun tambah semangat untuk berkarya dan meningkatkan prestasi. Semua demi Anda. Terimakasih Dukungan bisa dikirimkan langsung melalui: BANK BCA KCP PALMERAH NO REKENING 2291569317 BANK MANDIRINO REKENING 102-00-9003867-7 =========
Final SEA Games 2013 ini seolah mengulang sejarah 22 tahun silam, saat Indonesia bertemu Thailand di final SEA Games di Myanmar tahun 1991. Saat itu, skuad yang dibesut Anthony Polosin berhasil mengalahkan Thailand lewat adu penalti dengan skor 4-3.
Dua pengggawa Timnas Indonesia saat itu, Eddy Harto dan Aji Santoso, saat ini menjadi staf pelatih Timnas Indonesia U-23. Eddy sebagai pelatih kiper sementara Aji Santoso menjadi asisten pelatih Rahmad Darmawan. Pengalaman keduanya tentu sangat berguna bagi generasi penerusnya.
Skuad Indonesia U-23 saat ini dipandang sebelah mata setelah terseok-seok di fase grup. Menang tipis 1-0 lawan tim gurem Kamboja, Skuad Garuda digilas Thailand 1-4. Performa Indonesia mulai menanjak setelah bermain imbang tanpa gol lawan Timor Leste. Setelah mengalahkan tuan rumah Myanmar di laga terakhir fase grup, Bayu Gatra Cs berhasil menyingkirkan Malaysia di semifinal.
Sembari menunggu pelatih Rahmad Darmawan selesai melayani pertanyaan wartawan setelah latihan di Kompleks Stadion Wunna Theikdi, Jumat (20/12/13), Eddy Harto dan Aji Santoso menyempatkan berbagi pengalamannya di tahun 1991.
Kemiripannya yang saya lihat adalah pesimistisnya masyarakat. Dulu juga masyarakat sangat pesimistis. Kami tidak dianggap, paling diragukan bisa mendapat emas. Sampai-sampai, kami baru mendapatkan jatah kamar terakhir. Jadi para pemain terpisah lantai, satu di bawah dan yang lain di atas, katanya.
Berkaca dari pengalaman itu, Eddy menjelaskan bahwa ada dua pilihan yang salah satunya bisa diambil oleh pemain saat ini, yakni menyikapi secara negatif atau menjadikannya sebagai pelecut semangat yang positif. Untuk hal yang satu ini, pelatih Polosin jagonya. Pelatih asal Uni Soviet itu mampu menjadikan sikap pesimistis masyarakat menjadi motivasi.
Pemain justru semakin termotivasi dengan minimnya perhatian kepada bola. Kita harus bisa memilah-milah omongan orang. Kalau diambil minusnya, hancur kita. Kalau diambil positifnya bisa termotivasi. Anak-anak memang belum tampil lepas di pertandingan pertama dan kedua. Tapi saat ketemu sentuhannya, mereka bisa mengalahkan Myanmar dan sekarang melangkah ke final, kata pria berusia 51 tahun itu.
Eddy Harto menyebut bahwa keunggulan yang dimiliki tim juara 1991 adalah fisik dan mental. Dua faktor ini yang diutamakan pelatih Polosin. Begitu kerasnya gemblengan fisik pelatih asal Uni Soviet itu, beberapa pemain mengundurkan diri.
Kami dulu kalah secara skil, tetapi kami unggul dari segi fisik. Jadi kemanapun bola bergulir, kami kejar terus, Eddy menjelaskan.
Sikap mental pemain pada malam menjelang laga final juga sangat menentukan penampilan mereka di atas lapangan.
Suasana malam sebelum final dulu santai. Kami masuk kamar dan bersantai. Pelatih sudah mengajarkan kami untuk bersikap dewasa, tahu apa yang harus dilakukan maupun tidak, ia menjelaskan.
Eddy tampil sebagai pahlawan di partai puncak tersebut. Ia mampu menepis dua tendangan penalti lawan saat Indonesia dalam kedudukan tertinggal 0-2.
Saat adu penalti saya tidak terbeban, sebab bagi kiper adu penalti itu merupakan kesempatan jadi pahlawan. Untuk bisa menjadi pahlawan, butuh waktu yang lama. Tetapi di sini (situasi penalti) kita cuma butuh beberapa menit saja. Jadi saya berusaha menjalankan tugas saya dengan baik. Saya fokus dan tidan terpengaruh dengan penonton ataupun pelatih, katanya.
Dalam situasi adu penalti, sebagai pelatih kiper, Eddy lebih menekankan kepada persiapan mental pemain ketimbang taktik maupun teknik.
Saya jelaskan agar pemain tetap rileks. Tak ada yang harus diajarkan, yang penting bisa kontrol diri. Tujuan kita apa. Kalau kita ajari harus lompat kemana itu susah karena pemain (lawan) bisa saja mengubah arah tendangannya. Yang penting (kiper) punya keyakinan, kata Eddy.
Sejarah mencatat bahwa Indonesia akhirnya meraih emas. Eddy tak menampik bahwa emas itu pula yang mereka jadikan alat untuk 'menampar' Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), yang memandang tim sepak bola sebelah mata.
Saat penutupan, semua atlet menggunakan seragam training, hanya tim sepak bola yang menggunakan kaos bebas dengan jas. Setelah itu, KONI mulai memberikan perhatian pada sepak bola, tutur pria kelahiran Medan, Sumatera Utara itu.
Sementara itu, asisten pelatih Aji Santoso menilai mental pemain saat ini sudah sekuat mental skuad 1991. Mantan bek kiri Persebaya Surabaya itupun optimistis Indonesia bisa mengulang sejarah manis 22 tahun silam.
Tren permainan dan mental anak-anak terus meningkat sejak lawan Myanmar. Saya optimistis. Mudah-mudahan anak-anak mampu memutuskan sejarah tak pernah juara dalam 22 tahun terakhir ini. Saya lihat kekuatan mental pemain sudah naik jadi saya optimistis dengan peluang mereka, Aji mengakhiri.
- ***
========= Dukungan ANDA amat kami butuhkan agar lebih semangat dan berprestasi. Berapa pun dukungan Anda akan membuat kami lebih mengenal Anda dan kami pun tambah semangat untuk berkarya dan meningkatkan prestasi. Semua demi Anda. Terimakasih Dukungan bisa dikirimkan langsung melalui: BANK BCA KCP PALMERAH NO REKENING 2291569317 BANK MANDIRINO REKENING 102-00-9003867-7 =========
-->
0 komentar:
Posting Komentar